Refleksi Ujian Kenaikan Kelas Siswa Sekolah Dasar - Membaca tulisan salah satu orang tua murid dan fasilitator SMA Sanggar Anak Alam (SALAM) rasanya seperti ditampar. Sampai-sampai pipi ini memerah dan kedua mata ini berkaca-kaca. Tulisan yang berjudul "Mengayun Langkah, Membangun Laku" itu sukses membuat saya meraba diri. Pasalnya, selama dua bulan ini saya menjadi pengajar sekolah dasar di sebuah desa yang dekat dengan tempatku bekerja.
Kegiatan Pembelajaran di SD Muhammadiyah 2 Bojonegoro - Foto : www.nurulhidayah.net |
Tulisan reflektif yang dituliskan dengan mengutip pemikiran seorang pelopor pendidikan "Romo Mangun" tentang keprihatinan dan kritik-kritik beliau dalam bidang pendidikan. Bahwa pendidikan dasar sejatinya adalah tentang bagaimana menumbuhkan jiwa pencari (eksplorator) dan pencipta (kreator) yang integral (utuh) dalam watak dan karakter.
Romo Mangun juga menekankan bahwa mendidik adalah bukan tentang membuat siswa menjawab 1000 pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya, namun membuat siswa bertanya 1 pertanyaan yang membawanya menemukan 1000 pengetahuan.
Sekilas membaca tulisan mbak Genarta Titi paragraf kedua ini mengingatkan laku saya seminggu yang lalu. Sebagai teman belajar siswa Sekolah Dasar yang secara administratif harus memenuhi tugas akhir memberikan ujian tertulis bagi siswa agar nilainya bisa dituliskan dalam buku raport siswa.
Sebagai pengajar yang lebih banyak mengajak siswa mempraktekkan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari saya sempat kesulitan menyusun naskah ujian tertulis. Alhasil saya pun mendownload beberapa soal dari internet dan kusesuaikan dengan kemampuan siswa berdasarkan kelasnya.
Saya jarang sekali atau bahkan tidak pernah memberikan latihan-latihan soal tertulis kepada siswa dalam proses belajar mengajar. Dan benar, hasil ujian dari mayoritas memang kurang bagus. Saya memaklumi jika hasil ujian tulis memang kurang bagus karena mereka memang mereka tidak saya latih untuk mengerjakan soal.
Namun di sisi lain, seperti yang wali kelas harapkan bahwa nilai Bahasa Inggris mereka bisa meningkat. Saya sempat mengkhawatiran hal yang bagi Romo Mangun dan Gernata Titi sangat tidak perlu dikhawatirkan. Kalau Gernata Titi mengeluhkan tentang orang-orang yang lebih banyak memberikan kritik dari pada merealisasikan suatu ide solutif.
Bentuk refleksi yang saya tuliskan ini juga hanya berada pada tataran kritik dan tutur saja. Karena itulah setiap paragraf yang mbak Gernata Titi tuliskan adalah tamparan bagi saya yang baru bisa mengkritik tanpa bisa mengejawantahkan apa yang saya kritik. Terima kasih telah menginspirasiku. [gb]
Artikel guestblog ini ditulis oleh Ananing Nur Wahyuli, aktivis perempuan di Ademos Indonesia yang mulai menyukai dunia blogging. Silakan intip blognya di http://ananingwahyuli.blogspot.com