Info Menarik
Loading...

Pentingnya Budaya Membaca dan Pendidikan di Desa

Hampir keseluruhan, negara yang maju dan ingin maju, kegiatan membaca merupakan suatu kebutuhan, sama halnya seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Membaca adalah satu aktivitas penting bagi terciptanya generasi - generasi yang memiliki wawasan luas dalam segala hal dan sudah barang tentu peka terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Ada pepatah yang mengatakan, dengan membaca kita bisa membedah isi dunia. Sebenarnya, dengan membaca seseorang telah melibatkan banyak aspek : meliputi berpikir (to think), merasakan (to feel), dan bertindak melaksanakan hal-hal yang baik dan bermanfaat sebagaimana yang dianjurkan oleh bahan bacaan (to act).


Akan tetapi di Negeri Ibu Pertiwi ini, budaya membaca belum sepenuhnya menjadi laku keseharian, mengingat di satu sisi pendidikan kita belum mampu meletakkkan pondasi dasar bahwa membaca adalah kebutuhan paling vital sebelum jauh menginjak tingkat pendidikan ke arah yang lebih tinggi. Di lain sisi, pendidikan sampai saat ini pun belum menjamah 100 % sampai ke setiap wilayah pelosok negeri, terutama desa - desa terpencil yang tidak mendapat perhatian lebih, baik dari pemerintah daerah maupun pusat. Bangunan dan gedung sekolah banyak yang roboh, atapnya rusak dan lantainya masih berdebu.

Masalah gemar membaca sudah menjadi masalah bangsa, karena rendahnya budaya membaca bagi bangsa kita sudah sangat memperihatinkan, belum lagi di era yang serba teknologi ini, budaya membaca semakin mengalami kemunduran dan kemrosotan. Pasalnya, serbuan media elektornik seperti televisi, radio, internet dan lain sebagainya telah membuat aktivitas membaca menjadi pekerjaan yang dikesampingkan. Tidak hanya generasi instan yang bakal lahir, melainkan manusia - manusia yang tidak mengawali satu pekerjaan dari nol dan bersungguh - sungguh, sehingga orisinalitas ide serta beragam inovasi dari bermacam kreativitas menjadi hal yang sangat sulit direalisasikan, apalagi dikembangkan.

Dengan demikian, fenomena sosial di atas adalah terjadinya lompatan budaya dalam masyarakat. Kita telah diserbu budaya media massa, padahal budaya baca belum tercipta dengan kuat dan menyeluruh menyentuh ke semua lapisan struktur masyarakat. Membaca adalah merupakan sebuah kebutuhan bagi seseorang yang mempunyai pola pikir maju dan hidup di suatu daerah yang notaben masyarakatnya berpendidikan. Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang jauh dari layanan public pemerintah, mereka lebih suka menghabiskan waktunya untuk bekerja di sawah atau hanya sekedar bercanda ria sambil menikmati secangkir kopi hangat di warung.

Terlepas dari hal tersebut, di sela aktifitas yang begitu padat, ketika aku berada di balai desa Purwosari ada ruangan kecil yang menarik perhatianku. Di dalamnya, terdapat beberapa koleksi buku yang tertata dengan rapi. Aku pun tertarik untuk menuju ruangan tersebut. Perpustakaan desa Purwosari itulah nama yang terpasang di ruangan kecil yang berada di sudut balai desa Purwosari. Adapun koleksi buku yang dimiliki sekitar 500 buku. Walaupun jumlah koleksi bukunya sedikit, tetapi keberadaan perpustakaan desa tersebut sangat berguna bagi pelajar, guru, pemuda dan warga desa Purwosari dan sekitarnya.

Perpustakaan desa ini adalah satu-satunya perpustakaan desa yang berada di kecamatan Purwosari. Dari 12 desa yang ada di kecamatan Purwosari yang baru memiliki perpustakaan adalah desa Purwosari. Padahal, keberadaan perpustakaan desa sangatlah memberikan dampak yang sangat positif terhadap warga yang berada di desa tersebut dan sekitarnya. Masyarakat atau pengunjung bisa mendapatkan berbagai informasi dari buku yang dibacanya, mulai dari informasi keagamaan, pendidikan, pertanian, peternakan, ekonomi, bisnis, teknologi, kesehatan dan sebagainya.

Walaupun, di desa se kecamatan Purwosari terdapat sekolah atau madrasah yang memiliki perpustakaan, tetapi keberadaannya masih bersifat khusus untuk siswa dan warga sekolah sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan membaca masyarakat di kecamatan Purwosari. Suatu hari ketika berkunjung di perpustakaan desa Purwosari, aku mencoba mencari Informasi tentang perpustakaan desa tersebut. Adapun informasi yang aku dapatkan adalah sebagai berikut :
  1. Terbatasnya jumlah pengelola perpustakaan desa Purwosari
  2. Jumlah koleksi buku yang ada sekitar 500 buku
  3. Jadwal layanan yang belum maksimal
  4. Peminat atau pengunjung terdiri pelajar, guru, ibu - ibu dan pemuda baik dari desa Purwosari maupun sekitarnya.
Melihat kondisi perpustakaan desa Purwosari tersebut ingin rasanya menjadi relawan untuk membantu meningkatkan layanan baca di perpustakaan desa tersebut. Agar perpustakaan itu nantinya menjadi berkembang dan diminati oleh masyarakat. Tak terasa sudah hampir satu jam aku berbincang dengan pengelola perpustakaan desa tersebut. Sebelumberpamitan, aku pun meminjam buku dari perpustakaan desa ini sebanyak 5 buah. Aneh tapi nyata, itulah kalimat yang pantas diucapkan. Karena memang perpustakaan desa ini tidak membatasi jumlah buku yang dipinjam oleh pengunjung. Melihat semangat dan antusias membaca pengunjung, pengelola merasa tersentuh dan senang. Bahkan pengelola bangga kepada pengunjung yang masih semangat untuk melestarikan budaya membaca.

Selain Perpustakaan, keberadaan Taman Bacaan Masyarakat atau TBM dan komunitas baca sangat berperan penting dalam mewujudkan masyarakat yang sadar dan peduli terhadap budaya membaca. Penduduk di kecamatan Purwosari rata-rata bermata pencaharian sebagai petani sehingga waktu mereka sehari-hari dihabiskan di sawah. Tak ada waktu luang yang tersisa karena sehabis dari sawah mereka pun masih disibukkan dengan mencari rumput untuk makan hewan peliharaannya. Ini adalah tantangan bagi generasi muda desa saat ini untuk memperjuangkan budaya membaca di tengah-tengah masyarakat yang kesehariannya disibukkan dengan aktifitas di sawah sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk sekedar menyempatkan diri membaca buku. Jika seorang petani meluangkan waktunya sehari 15 menit saja untuk membaca maka petani tersebut dapat memperoleh wawasan dan informasi dari buku yang dibacanya. Misalnya, seorang petani membaca buku tentang pertanian maka petani tersebut mendapatkan ilmu tentang bercocok tanam yang modern, mengerti berbagai hama penyakit tanaman dan sebagainya sehingga ilmu yang didapatkan secara tidak langsung bermanfaat bagi petani tersebut.

Selain tantangan diatas, kebanyakan masyarakat pedesaan masih ada yang belum bisa membaca atau buta huruf karena di masa mudanya mereka tidak mengeyam pendidikan secara maksimal dan tidak lulus dari jenjang sekolah dasar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah selalu berupaya memberikan yang terbaik untuk masyarakat diantaranya dengan mencanangkan progam pembelajaran kejar paket A, B dan C. Di era globalisasi dan modernisasi ini ternyata budaya membaca sangatlah berharga. Karena dengan membaca kita menjadi tahu apa yang belum kita ketahui sebelumnya dan wawasan semakin bertambah.
Oleh karena itu, budaya membaca harus dibiasakan sejak dini sehingga dewasa nanti kita menjadi orang yang kaya akan ilmu dan pengalaman. Membaca bukanlah permasalahan yang berat jika kita sudah terbiasa melakukannya. Bahkan membaca bisa menjadi sahabat disaat kita kesepian, sahabat yang selalu memberikan inspirasi.

Semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru dan semua waktu adalah kesempatan. Ayo kita lestarikan budaya membaca bersama - sama. Melalui membaca kita dapat menstranfer ilmu ke dalam otak kita. Melihat berbagai realita diatas, terbenak dalam sanubariku untuk mendirikan Taman Bacaan Masyarakat sehingga keberadaan TBM itu nantinya dijadikan sebagai pusat pembelajaran budaya membaca oleh pelajar, guru, pemuda dan masyarakat di kecamatan Purwosari dan sekitarnya. Itulah angan-angan yang terbenak dalam hatiku.

Dengan lahirnya budaya membaca semoga memberikan dampak positif bagi warga di kecamatan Purwosari khusunya dan umumnya untuk seluruh generasi masa depan di Bojonegoro, bahwa betapa pentingnya budaya membaca dan pendidikan untuknya. Sebagai putra desa, hatiku terenyuh melihat kondisi masyarakat yang belum sadar dan peduli akan pentingnya budaya membaca dan pendidikan bagi putra-putrinya. Hal ini didasarkan pada kondisi masyarakat desa yang mesih enggan melanjutkan pendidikan putra-putrinya ke jenjang yang lebih tinggi dengan alasan terbenturnya masalah ekonomi dan biaya pendidikan yang tidak sedikit. Ironis sekali melihat generasi muda yang telah lulus dari SD, SMP dan SMA banyak yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka lebih mementingkan bekerja dan bahkan menikah dari pada melanjutkan sekolah. Apalagi dukungan dari orang tua juga sangat kurang terhadap minat anak untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Menghadapi permasalahan diatas, kampanye pendidikan dan budaya membaca harus setiap hari dilakukan. Terutama di daerah pedesaan yang jauh dari layanan public pemerintah. Perpustakaan desa, TBM, komunitas baca dan ormas lainnya harus meningkatkan layanan dengan konsisten dan pendampingan terhadap budaya membaca. Dukungan dari orang tua dan pemerintah pun juga sangat dibutuhkan untuk melestarikan budaya membaca di tengah-tengah masyarakat yang tinggal di pedesaan. Selain itu, kesadaran untuk membaca dari diri sendiri pun harus dibangun. Siapa yang peduli dengan budaya membaca kalau bukan diri kita sendiri. Karena kita adalah generasi masa depan yang peduli terhadap budaya membaca.

Jika, di 12 desa yang ada di kecamatan Purwosari memliki perpustakaan dan layanan yang maksimal maka budaya membaca dikalangan masyarakat desa pun dapat terealisasi dan terlaksana. Sehingga cita-cita untuk melestarikan budaya membaca di desa terwujud. Selain itu, layanan perpustakaan keliling di desa jarang sekali ada. Bahkan satu bulan sekali belum tentu ada. Karena minat baca orang di desa begitu rendah dan jarak tempuh menuju desa tersebut yang begitu jauh menjadi kendala untuk petugas perpustakaan keliling memberikan layanan. Oleh karena itu, perpustakaan keliling lebih fokus memberikan layanan baca terhadap orang di kota yang memiliki kesadaran baca yang tinggi.

Seharusnya tidak hanya orang kota saja yang mendapatkan layanan perpustakaan keliling. Orang desa pun seharusnya juga ikut dilayani sehingga layanan perpustakaan keliling dapat dirasakan secara merata dari kota hingga ke desa. Mari kita taburkan benih-benih generasi muda yang suka membaca baik di kota maupun di desa, agar menjadikan generasi negeri tercinta ini mempunyai kegemaran untuk membaca.

Ini adalah Esaiku yang ku ikutkan dalam Lomba Esai se Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012. sayang belum menang dan alhamdulillah, esai tersebut memberiku spirit untuk merintis TBM Rintisan yaitu "TBM SINOM".

Share with your friends

4 comments

  1. sip.. artikelnya keren ^^
    masih ada kesempatan yang lain. tetep semangat :D

    ReplyDelete
  2. Aku suka caramu menulis, Kak Didik. Jujur, apa adanya dan mengalir.
    Terima kasih untuk saling berbagi denganku. Sukses untuk karya-karyamu.. SEMANGAT!

    ReplyDelete
  3. Mbak Tea, terima kasih... sama-sama mbak..... Sukses juga buat mbak..... kapan ke Gayam lagi?

    ReplyDelete
  4. Hebaaat, dari tulisan ini bisa jadi gagasan mendirikan TBM sendiri. Salut mas.

    Aku bersyukur dilahirkan di keluarga yang sangaaaaat suka membaca :). Papa terutama udah membelikan kami buku bahkan sejak anak2nya msh dlm kandungan. Teus dibacain cerita, dan begitu bisa bicara, yg diajarin duluan, ya membaca :D. Berhubung papa juga sering bisnis trip ke LN, pulang dr sana, pasti oleh2nya buku bergambar, yang walopun kami belum ngerti bahasanya dulu, tapi langsung semangat minta dibacain. Dan itu sukses bikin aku dan adek2ku jadi kutu buku semua :D.

    Cara papa itu, yang aku terapin ke anak2ku skr.supaya mereka terbiasa membaca, dan cinta membaca. Stiap bulan aku punya budget khusus hanya utk buku. Cita2ku, pengen bikin perpustakaan pribadi seperti punya papa :D. Krn di rumah skr, berhubung lebih kecil, jadi spacenya ga cukup buat bikin yg luas. Terpaksa udah cukup puas dengan perpustakaan mini di bawah tangga :D.

    Sedih kalo ngeliat minat baca orang2 semakin menurun. Bahkan aku kenal seorang blogger, yang ngakunya juga penulis, tapi tiap kali komen di blog banyak orang, kliatan sekali dia ga baca isi tulisan blog yang dikomenin 😅. Jadi ragu apa dia beneran penulis.

    Untuk membentuk anak suka membaca, sbnrnya support orang tua yang harus ada lebih dulu. Aku punya teman yang sebenernya suka sekali membaca, tapi malah dilarang orangtuanya, dgn alasan, ga menghasilkan uang, kerjaan pemalas cuma duduk2 baca ga jelas. Akhirnya dia jadi takut utk terang2an membaca. Mau beli buku aja ga berani. Kasian sih.

    Semoga aja, semakin banyak TBM, komunitas membaca atau malah donatur2 yang bersedia memberikan buku lamanya ke tempat2 yang memang membutuhkan banyak buku . Berharap tingkat membaca orang Indonesia, juga bisa naik nantinya. Malu pas tau kalo negara kita terendah no 2 dari bawah :(.

    ReplyDelete

Didik Jatmiko merupakan Blogger dan YouTuber dari Bojonegoro yang mencoba berkreasi, silahkan berkomentar sesuai postingan dan dilarang berkomentar menyinggung SARA dan SPAM.

Terima kasih telah berkunjung dan salam damai dari Bojonegoro.

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done